Orang Yang Mengasihi Dirinya, Tidak Boleh Menyakiti Dirinya Sendiri
1 tahun yang lalu
Hari kedua Indonesian Youth Day, para peserta mengikuti acara orang muda belajar dalam kelas Hidup Berkeluarga.
Kelas “Hidup Berkeluarga” dilaksanakan di ruangan Dining Hall. Pembicara dalam kelas ini adalah Rm. Eko Wahyu OSC dan Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog. Romo Eko berfokus pada hidup berkeluarga dalam Agama Katolik, sedangkan Anastasia berfokus pada hal-hal apa saja yang mempengaruhi ketenteraman kehidupan berkeluarga.
Dalam materinya, Rm. Eko mengatakan bahwa dalam hidup berkeluarga perlu adanya cinta kasih yang tulus, jangan sampai ada keterpaksaan sebelum hidup berkeluarga. Manusia diberikan kebebasan untuk memilih, bukan terpaksa memilih karena tidak ada pilihan.
Orang muda juga harus membangun relasi sebanyak mungkin dan harus banyak bergaul, agar bisa memilah dan memilih mana yang benar-benar baik dan tepat untuk dijadikan pasangan hidup.
Bagaimana bisa dikenal dan mengenal jika tidak membuka hati dan terbuka pada orang lain.
“Jika hatimu terbuka, maka banyak koneksi dan jaringan yang akan membantu orang muda untuk memiliki pasangan. Maka, orang muda ‘terbukalah’. Jangan menunggu untuk didekati dan disapa, tapi kita sendiri yang harus datang dan menyapa,” kata Rm Eko OSC.
Menurut Romo Eko, rahmat Tuhan untuk orang muda itu banyak dan berhamburan. Masalahnya adalah kamu mau gak?” kata Romo Eko.
Orang muda tidak boleh hidup dengan banyak penyesalan dan ketakutan. Contohnya, takut untuk pacaran karena pernah dikecewakan, disakiti, dikhianati, dan diselingkuhi. Kalau orang muda selalu hidup dalam kekuatiran, maka orang muda akan semakin jauh dari rahmat Tuhan.
Romo Eko mengatakan, perkawinan adalah hadiah indah dari Tuhan untuk menguduskan kita. Untuk menuju pengudusan, kita harus melewati pengorbanan-pengorbanan di dalam hidup berkeluarga.
“Misalnya, saat pacaran sikap pasangan kita sangat baik, tetapi setelah menikah sikapnya berubah. Ada banyak kemungkinan yang terjadi dalam hidup berkeluarga dan akan terasa menyakitkan. Karena memang, untuk menuju kekudusan diperlukan pengorbanan. Pengorbanan dalam hal waktu, tenaga, materi, dan segala yang kita punya untuk seseorang yang kita sayangi,” tandas Rm Eko OSC.
Anastasia Satriyo juga menambahkan pengetahuan hidup berkeluarga dari sisi Psikologi. Dalam hidup berkeluarga, pasti ada banyak emosi-emosi yang kadang susah untuk diluapkan.
“Dalam keluarga semua warna itu ada. Artinya, sikap dan sifatnya pasti berbeda-beda. Menyatukan perbedaan itu susah, apalagi menjadi sebuah keluarga. Kadang ada banyak perbandingan dan kemarahan antaranggota keluarga, maka pengelolaan emosi itu penting,” kata Anastasi Satriyo.
Terakhir, Romo Eko menegaskan kepada Orang Muda Katolik untuk tidak terjebak pada relasi yang tidak sehat atau toxic. Kalau sejak awal sudah ada kekerasan fisik atau hal-hal yang sekiranya bisa berdampak ke depannya, jangan dilanjutkan. Orang muda harus waspada, seperti yang tertulis di Alkitab, “Hendaknya kamu tulus seperti Merpati dan cerdik seperti ular”.
“Ilmu kasih adalah orang yang mencintai dirinya tidak boleh menyakiti dirinya sendiri. Tinggalkan mereka yang menyakiti dan jangan pernah berharap lebih. Perasaan itu harus diterima, jangan ditolak, dan jangan sampai kita dikontrol oleh perasaan itu sendiri. Pakai otak agar kita tahu perasaan ini menuntun kita kepada hal yang buruk atau baik,” tutup Romo Eko. **Maria Novenia